Seponggol Bayan dari KH. Abdul Halim ttg Dakwah Tabligh

Tahun 1994 saya pertama kali ke masjid Banglawali Nizamuddin mendengarkan bayan sambil sesekali memijit pundak seorang Indonesia. Saya tanya dari mana Pak? siapa namanya Pak? Beliau menjawab saya dari Jawa Timur, nama saya Uzhoiron. Belakangan baru saya tahu beliau seorang kiyai. Tahun 1996 beliau diangkat jadi syuro Indonesia dalam musyawarah di Pakistan.
Tahun 1994 itu masjid belum sebesar sekarang ini. Masjid masih satu lantai (sejak beberapa tahun yang lalu direnovasi jadi 5 lantai dan sudah diperluas ke semua sisi).
Seponggol Bayan
Usaha dakwah tabligh sudah dimulai oleh Maulana Ismail, ayah dari Maulana Ilyas sejak 1915. Setelah ayahnya meninggal tahun 1924 Maulana Ilyas menjalankan dengan sungguh-sungguh. Ketika itu Maulana Ilyas mewarisi 4000 ha tanah dan 260 madrasah atau ponpes di Mewat, 80 km dari Nizamuddin.

Setiap hari orang-orang Mewat melewati masjid Banglawali untuk pergi dan pulang bekerja ke New Delhi. Mereka beragama Islam tapi tak kenal lagi dengan amal agama.
Maka mereka distop oleh Maulana Ilyas ditanya ini itu lantas ditawari untuk bekerja dengan Maulana Ilyas saja dengan bayaran yang sama tapi lebih dekat. Mereka bertanya, Apa kerjanya? Tenang saja, nanti diajari jawab Maulana Ilyas.
Maka orang-orang itu tinggal dalam masjid dan diajari mandi, wudhu, sholat dan hanya disuruh mendengar taklim dan bayan. Mereka diberi makan dan diajarkan adab-adab Sunnah. Mereka juga tidur di masjid.
Setelah 3 hari ditanya bagaimana kesannya, dan semua merasa senang dan mau terus seperti itu. Maka mereka diajarkan untuk berjaulah dan mengajak orang-orang lain untuk ikut seperti mereka. Jamaah dibentuk dan dikirim ke Mewat dan tempat lain di India.

Mulailah dibuat tertib-tertib dakwah seperti 3 hari, 40 hari, 4 bulan. Akhirnya semakin lama semakin banyak yang ikut, termasuk H. Abdul Wahab amir jamaah Pakistan di Raiwind. 10 tahun lamanya Maulana Ilyas menggaji orang-orang Mewat dan menjamu siapapun tamu di masjidnya. Sampai akhirnya semua hartanya habis.
Sampai-sampai untuk menjamu tamu Maulana Ilyas merebus sejenis buah yang tumbuh di halaman rumahnya. Selama beberapa hari hanya itu saja hidangan yang tersedia, sementara Maulana Ilyas dan keluarganya kelaparan, kecuali putranya Maulana Yusuf yang masih kecil. Maka beliau ditanya darimana engkau dapat makanan?
Maka Maulana Yusuf menunjukkan kepada ayahnya di dapur ada alu dan lesung penumbuk tepung dan rupanya Maulana Yusuf mengorek sisa-sisa tepung yang ada di sela-sela lobang dan itulah yang dikumpulkan lalu dibulatkan dan dimakannya mentah.
Maka ketika itulah Maulana Ilyas menangis dan berdoa sungguh-sungguh dan setelah beberapa lama maka dia berkata pada Maulana Yusuf, "Wahai anakku mulai hari ini aku sudah dapat perjanjian dari Allah bahwa tidak akan ada lagi kelaparan lagi di Nizamuddin."
Doa Maulana Ilyas sampai sekarang terbukti. Ribuan jamaah dari seluruh dunia setiap hari makan dan minum dengan gratis, air dan listrik tak pernah dibatasi.

Usaha dakwah ini telah berkembang di seluruh negara di dunia. Bahkan di Israel saja ada 3 markas dakwah.
Semua kecamatan di Indonesia telah dimasuki jamaah dan ada masjid-masjid yang hidup dengan 4 amalan masjid Nabawi, yakni: zikir ibadah, ta'lim wa ta'allum, khidmat dan dakwah.

Di mana masjid sudah hidup usaha dakwah, maka sifat kaum Anshar wujud para ahbab atau dai berlomba-lomba melayani tamunya kaum Muhajirin sebaik mungkin. Dari masjid Raiwind di Pakistan setiap hari 200 rombongan dakwah atau sekitar 2000 orang datang dan pergi. Sekitar 20 ribu orang setiap hari hadir di markas.
Dalam ijtima tahunan di Tongghi, Dhaka Bangladesh setiap bulan Januari bahkan berkumpul 3,5 juta hingga 8 juta jamaah.

baca juga : http://www.bjgp-rizal.com/2017/11/kadang-saat-di-dalam-lebih-tawajuh-daripada-ketika-di-luar.html

#savedakwah

Komentar

Postingan populer dari blog ini