Zaman Shahabat juga pernah terjadi IKHTILAF, FITNAH IKHTILAF
Semoga kita bisa mengambil pelajaran.....
FITNAH IKHTILAF
Sayyidina Ali RA pernah ditanya mengenai kelompok-kelompok yang menentangnya, “Apakah mereka kafir ?”, “Tidak,” jawab Sayyidina Ali r.a, “Mereka adalah orang-orang yang menjauhi kekufuran”. “Apakah mereka kaum munafik?”. “Bukan, orang-orang munafik hanya sedikit mengingat Allah sedang mereka banyak mengingat Allah”. “Terus siapakah mereka?” Sayyidina Ali r.a kembali ditanya. “Mereka adalah kaum yang terkena fitnah yang mengakibatkan mereka buta dan tuli”, jawab Sayyidina Ali r.a.
Saat terjadi perselisihan antara sahabat tersebut, dua orang ahli syuro (yang dibentuk Sayyidina Umar ra) dan termasuk orang yang dijamin masuk surga, yaitu Sayyidina Thalhah bin Ubaidillah dan Sayyidina Zubair bin Awwam r.huma berada di pihak yang berseberangan dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a.
Kedua orang sahabat Nabi ini, bertolak dari Mekah menuju Bashrah di Irak untuk menuntut ditegakkannya hukum atas para pembunuh Sayyidina Utsman r.a. Peristiwa itu terjadi para tahun 36 H, puncaknya, terjadi Perang Jamal.
Berlinang air mata Sayyidina Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu melihat sekedup ibunda Aisyah r.ha berada di tengah medan perang, lalu ia berteriak kepada Sayyidina Thalhah r.a, “Wahai Thalhah, apakah engkau datang untuk memerangi pengatinnya Rasulullah, sementara istrimu aman berada di rumah?” Lalu Sayyidina Thalhah r.a pun terperanjat dengan ucapan tersebut, lalu ia berlari menjauh dari medan fitnah, namun sebuah anak panah lepas dari busurnya dan tepat menyasar urat kakinya. Karena pendarahan dari luka tersebut, setelah beberapa waktu, Thalhah radhiallahu ‘anhu pun akhirnya wafat.
Sayyidina Ali r.a juga mengingatkan Sayyidina Zubair r.a, “Wahai Zubair, aku memanggilmu atas nama Allah. Tidakkah engkau ingat, suatu hari dimana engkau lalui bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, saat itu kita berada di suatu tempat, Rasulullah bertanya kepadamu, ‘Wahai Zubair, apakah engkau mencintai Ali?’
Kau jawab, ‘Bagaimana bisa aku tidak mencintai anak dari pamanku (baik dari pihak ayah ataupun ibu) dan dia seagama denganku’. Beliau melanjutkan sabdanya, ‘Demi Allah wahai Zubair, sungguh engkau akan memeranginya dan saat itu engkau berada di pihak yang keliru’.”
Sayyidina Zubair r.a mengatakan, ‘Aku ingat sekarang, dan aku hilaf dari pesan beliau itu. Demi Allah, aku tidak akan memerangimu.” Setelah pergi dari perang fitnah itu, akhirnya saat sedang shalat, Zubair wafat dibunuh oleh seorang penghianat yang bernama Amr bin Jurmuz Laknatulloh 'alahi.
Kabar wafatnya Sayyidina Zubair r.a membawa luka yang mendalam bagi amirul mukminin Sayyidina Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, ia mengatakan, “Nerakalah bagi pembunuh putra Shafiyyah ini.” Saat pedang Sayyidina Zubair r.a dibawakan ke hadapannya, Sayyidina Ali r.a pun menciumi pedang tersebut sambil berurai air mata, lalu berucap “Demi Allah, pedang yang membuat pemilikinya mulia (dengan berjihad) dan dekat dengan Rasulullah (sebagai hawari pen.).
Setelah jasad Sayyidina Zubair r.a dimakamkan, Sayyidina Ali r.a mengucapkan kalimat perpisahan kepada Sayyidina Zubair r.a, “Sungguh aku berharap bahwa aku, Thalhah, Zubair, dan Utsman termasuk orang-orang yang difirmankan Allah,
وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ إِخْوَانًا عَلَى سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ
“Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (QS. Al-Hijr: 47)
Sayyidina Ali r.a menatap kubur Sayyidina Thalhah dan Sayyidina Zubair r.huma sambil mengatakan, “Sungguh kedua telingaku ini mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Thalhah dan Zubair berjalan di surga."
Wallahua'lam bishshowab.
Note:
Jika kemudian hari ditemukan data yang lebih shohih daripada tulisan ini maka saya merujuk kepada data tersebut.
FITNAH IKHTILAF
Sayyidina Ali RA pernah ditanya mengenai kelompok-kelompok yang menentangnya, “Apakah mereka kafir ?”, “Tidak,” jawab Sayyidina Ali r.a, “Mereka adalah orang-orang yang menjauhi kekufuran”. “Apakah mereka kaum munafik?”. “Bukan, orang-orang munafik hanya sedikit mengingat Allah sedang mereka banyak mengingat Allah”. “Terus siapakah mereka?” Sayyidina Ali r.a kembali ditanya. “Mereka adalah kaum yang terkena fitnah yang mengakibatkan mereka buta dan tuli”, jawab Sayyidina Ali r.a.
Kedua orang sahabat Nabi ini, bertolak dari Mekah menuju Bashrah di Irak untuk menuntut ditegakkannya hukum atas para pembunuh Sayyidina Utsman r.a. Peristiwa itu terjadi para tahun 36 H, puncaknya, terjadi Perang Jamal.
Berlinang air mata Sayyidina Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu melihat sekedup ibunda Aisyah r.ha berada di tengah medan perang, lalu ia berteriak kepada Sayyidina Thalhah r.a, “Wahai Thalhah, apakah engkau datang untuk memerangi pengatinnya Rasulullah, sementara istrimu aman berada di rumah?” Lalu Sayyidina Thalhah r.a pun terperanjat dengan ucapan tersebut, lalu ia berlari menjauh dari medan fitnah, namun sebuah anak panah lepas dari busurnya dan tepat menyasar urat kakinya. Karena pendarahan dari luka tersebut, setelah beberapa waktu, Thalhah radhiallahu ‘anhu pun akhirnya wafat.
Sayyidina Ali r.a juga mengingatkan Sayyidina Zubair r.a, “Wahai Zubair, aku memanggilmu atas nama Allah. Tidakkah engkau ingat, suatu hari dimana engkau lalui bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, saat itu kita berada di suatu tempat, Rasulullah bertanya kepadamu, ‘Wahai Zubair, apakah engkau mencintai Ali?’
Kau jawab, ‘Bagaimana bisa aku tidak mencintai anak dari pamanku (baik dari pihak ayah ataupun ibu) dan dia seagama denganku’. Beliau melanjutkan sabdanya, ‘Demi Allah wahai Zubair, sungguh engkau akan memeranginya dan saat itu engkau berada di pihak yang keliru’.”
Sayyidina Zubair r.a mengatakan, ‘Aku ingat sekarang, dan aku hilaf dari pesan beliau itu. Demi Allah, aku tidak akan memerangimu.” Setelah pergi dari perang fitnah itu, akhirnya saat sedang shalat, Zubair wafat dibunuh oleh seorang penghianat yang bernama Amr bin Jurmuz Laknatulloh 'alahi.
Kabar wafatnya Sayyidina Zubair r.a membawa luka yang mendalam bagi amirul mukminin Sayyidina Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, ia mengatakan, “Nerakalah bagi pembunuh putra Shafiyyah ini.” Saat pedang Sayyidina Zubair r.a dibawakan ke hadapannya, Sayyidina Ali r.a pun menciumi pedang tersebut sambil berurai air mata, lalu berucap “Demi Allah, pedang yang membuat pemilikinya mulia (dengan berjihad) dan dekat dengan Rasulullah (sebagai hawari pen.).
Setelah jasad Sayyidina Zubair r.a dimakamkan, Sayyidina Ali r.a mengucapkan kalimat perpisahan kepada Sayyidina Zubair r.a, “Sungguh aku berharap bahwa aku, Thalhah, Zubair, dan Utsman termasuk orang-orang yang difirmankan Allah,
وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ إِخْوَانًا عَلَى سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ
“Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (QS. Al-Hijr: 47)
Sayyidina Ali r.a menatap kubur Sayyidina Thalhah dan Sayyidina Zubair r.huma sambil mengatakan, “Sungguh kedua telingaku ini mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Thalhah dan Zubair berjalan di surga."
Wallahua'lam bishshowab.
Note:
Jika kemudian hari ditemukan data yang lebih shohih daripada tulisan ini maka saya merujuk kepada data tersebut.
Komentar
Posting Komentar